21 June 2020

Ketika segalanya menjadi BARU





Tidak semua orang merasa nyaman terhadap sebuah perubahan, mengapa? Karena harus ada usaha untuk dapat melakukannya, ada sebuah keadaan yang mendorong, memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang lebih dibandingkan biasanya.
Tetapi pandemic ini, memaksa kita, mendorong kita untuk mau tidak mau, suka tidak suka untuk menerima kenyataan bahwa kita harus berubah. Tidak tanggung-tanggung, berubah secara cepat, drastis, tanpa ancang-ancang, tanpa memberi kesempatan kepada kita untuk berpikir. Pilihannya hanya 2 (dua) survive (bertahan) dengan menuruti arahan dari pemerintah yang sudah mati-matian berpikir keras untuk kebaikan kita bersama atau hancur, dengan cara mengabaikan semua aturan, arahan, kemudian kesal, marah, tidak senang, yang kemudian merembet pada kesehatan (psikosomatik) yang akhirnya, Bye… bye… Tidak ada pilihan lagi. Marah-marah? Silahkan marah-marah, ini adalah masalah kita bersama, mau marah sama siapa?
Saat ini, setelah kondisi 3 (tiga) bulan lockdown, vacuum, atau apapun namanya kita mulai harus menyadari, bahwa kita harus mampu memulai lagi segalanya dengan yang baru. Pemerintah mengatakan bahwa kondisi saat ini adalah kondisi NEW NORMAL. Seperti apa itu? Tidak ada yang dapat mendiskripsikan secara pasti, apa dan bagaimana itu kondisi NEW NORMAL. Secara umum saja, dipahami bahwa kondisi NEW NORMAL adalah waktunya kita bangkit lagi, dari kondisi krisis pandemic (walaupun pandemic belum bisa dikatakan selesai) tetapi kita harus mulai melakukan sesuatu. Untuk dapat bergerak lagi melakukan sesuatu pada kondisi NEW NORMAL, maka kita sendiripun harus mempersiapkan diri kita untuk seakan-akan lahir baru menjadi NEW ME, atau NEW YOU, atau NEW US, atau apapun namanya.
Ini yang dikatakan sebagai sebuah perubahan. Kita harus meninggalkan kehidupan lama “OLD NORMAL” menuju pada “NEW NORMAL”. Mau tidak mau, suka tidak suka. Pertanyaannya, bagaimana caranya? Semua itu dikembalikan pada diri kita sendiri. Kita harus mau dan mampu untuk mempersiapkan diri kita menjadi KITA YANG BARU. Bagaimana caranya?
1.     Kita harus sungguh menyadari, bahwa saat ini kita sedang berhadapan dengan sesuatu yang memaksa kita untuk berubah. Kita sedang dihadapkan dengan satu pilihan bahwa kita harus berubah. Bila kita menyadari bahwa untuk dapat tetap hidup kita harus berubah, maka kita akan dengan baik melewati masa-masa transisi ini.
2.     Setelah kita menyadari, bahwa kita harus berubah, maka kita harus bisa menerima. Terima situasi ini, terima keadaan bahwa kita harus berubah. Melepas segala kemarahan, kekesalan atas situasi, yang lebih parah lagi adalah kemudian menyalahkan, merasa diri menjadi korban. Selama kita tidak mampu untuk melepas beban itu, kembali lagi seperti yang telah dikatakan diatas, pilihannya 2 (dua) survive atau hancur.
3.     Menyadari, menerima dan kemudian adalah beradaptasi, menyesuaikan diri dengan perubahan yang memang harus terjadi. Tidak mudah? Pasti. Membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi dengan situasi ini. Tapi tidak apa-apa, lebih baik begitu daripada menentang, menjalani dengan penuh kekesalan, yang akhirnya hanya menghancurkan diri sendiri. Bukankan kita hidup untuk menjadi pemenang? Pemenang adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan sebuah proses usaha yang begitu kerasnya.
4.     Melewati masa adaptasi yang pasti tidak mudah, maka kita akan terbiasa. Terbiasa dengan kehidupan yang baru, yang harus diyakini sebagai suatu hal yang baik. Terasa aneh memang, melihat orang dijalan menggunakan masker, tidak bisa dengan leluasa bernapas, harus menjaga jarak, walaupun dengan keluarga sendiri. Tidak bisa mengungkapkan ekspresi spontan dengan tersenyum, berjabat tangan, berpelukan, cipika-cipiki. Tapi itulah yang harus kita hadapi, harus kita terima. Walau demikian, jalani semua itu, dengan tetap penuh rasa suka cita, karena Tuhan Allah ada didalam diri kita. Selalu bersama kita dan menjamin keselamatan kita.
Oleh karenanya, ayo, kita mulai lagi bangun dan berjalan. Kuatkan kaki untuk melangkah didalam situasi yang baru. Pantang menyerah dan tetap bersemangat, ketika segalanya menjadi BARU. Pandemic ini boleh membunuh tubuhmu, tetapi tidak akan pernah mampu membunuh jiwamu. Selamat menjadi NEW YOU, KAMU yang BARU. Tuhan Allah selalu ada dalam hatimu.

Yogyakarta, 21 Juni 2020

Salam
EM

28 April 2020

TERAPI TARI BALI ; Gerakan IMPULS untuk mengatasi ketidaknyamanan saat Pandemic COVID 19.


Tidak terasa penelitian disertasi doktoralku tentang TERAPI TARI BALI sudah 7 tahun berlalu. Dalam simpul dari penelitianku ini, kujelaskan bahwa gerakan-gerakan tari dalam terapi tari Bali memiliki potensi yang sangat besar untuk memampukan seseorang agar lebih berdaya, peka dan memiliki kemampuan tinggi untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. (Dalam bab 6). Sebagai treatment yang inovatif, terapi tari bali dapat menjadi media untuk memaknai situasi yang menjadi masalah dalam dirinya.



Situasi pandemic COVID 19 ini sungguh membuat semua orang merasakan ketidaknyamanan. Mungkin diawal-awal kemunculannya, semua orang masih bisa bertahan dalam situasi isolasi dirumah masing-masing, Tetapi dalam berjalannya waktu, semakin lama, situasi ini membuat pikiranpun ikut terasa buntu. Oleh karenanya aku mencoba mengajak kawan-kawan untuk melakukan lagi terapi tari yang sudah kubuktikan keampuhannya 7 tahun lalu.
Apa yang kulakukan? Aku meminta adik-adikku yang hebat –I Wayan Arnawa, dialah yang menterjemahkan konsep disertasiku dalam bentuk koreografi tarian Terapi Tari Bali bersama dengan istrinya, Ni Made Anny Suartiny dan Gangga, putri mereka yang sekarang juga sudah mengikuti jejak ayah ibunya menjadi seorang penari cilik– untuk bersama-sama dengan kawan-kawan lainnya menari dalam suasana pandemic ini. Gerakan yang dilakukan adalah gerakan IMPULS yaitu gerakan bebas. Peserta dapat melakukan gerakan apapun sesuai dengan dorongan nalurinya, leluasa melepas segala tekanan yang ada dalam dirinya.
Heeem…. Jadilah video dibawah ini... kami semua bebas berekspresi dalam melepaskan semua beban seperti, kebosanan, kecemasan, ketakutan, kemarahan. Selain itu juga untuk melakukan peregangan tubuh, akibat lama tidak melakukan gerakan-gerakan yang biasa dilakukan. Setelah mereka melakukan gerakan ini, aku membuat sedikit survey kecil-kecilan, dengan menanyakan bagaimana perasaan mereka setelah melakukan gerakan IMPULS ini. Jawaban mereka adalah :


1.     Yang tadinya malas-malasan menjadi bersemangat.
2.     Yang tadinya jenuh, seketika hilang kejenuhannya.
3.     Kembali bersemangat.
Mereka menari tanpa patokan, bebas bergerak tanpa harus menghafalkan gerakan tari. Bebas berekspresi dan hasilnya luar biasa. Ada rasa bahagia dan bangga juga, bahwa penelitianku ini valid, dan dapat dipergunakan dalam situasi apapun. Ini sumbangan kecilku bagi Hidupku, bagi Tanahku, bagi Alamku yang saat ini sedang merunduk. Kupersembahkan MENARI untuk ALAM ini padaMU…  


Yogyakarta, 28 April 2020
Menari adalah Aku.
Aku menari, dalam sendiri.